^_^

beauty is not about looks, make-up or clothes. true beauty comes from being yourself, the more you show who you really are the prettier you will be

Tuesday, December 28, 2010

Ketrampilan Attending


Tingkah laku attending sangat berkaitan dengan rasa hormat konselor terhadap konseli yang harus ditampakkan ketika perhatian secara penuh diberikan kepada konseli. Tingkah laku attending sangat penting dalam semua komunikasi positif antar individu. Ketrampilan ini dapat dipelajari dan harus ditempakkan olehh konselor dalam proses pelayanan-pelayanan yang diberikan. Melalui berbagai contoh dan praktik yang cukup, setahap demi setahap ketrampilan ini dapat dikuasai oleh konselor.
Attending adalah pemberian perhatian fisik kepada orang lain. Attending juga berarti mendengarkan dengan menggunakan seluruh tubuh kita. Attending merupakan komunikasi nonverbal yang menunjukkan bahwa konselor memberikan perhatian secara utuh terhadap lawan bicara yang sedang berbicara. Ketrampilan attending meliputi; keterlibatan tubuh, gerakan tubuh secara tepat, kontak mata, dan lingkungan yang nyaman.
1. Keterlibatan Postur Tubuh
Bahasa tubuh sering kali berbicara lebih keras dari pada bahasa verbal. Suatu komunikasi menjadi lebih kuat jika konselor menampilkan sikap tubuh yang rileks tetapi penuh perhatian dan siap siaga mendengarkan pembicaraan konseli, agak condong kedepan menghadap konseli denan tetap menjaga situasi dan posisi diri yang terbuka dalam jarak yang tepat dari konseli. Seorang pendengar yang baik mengkomunikasikan perhatiannya melalui ekspresi tubuh yang rileks selama pembicaraan berlangsung.
Ekspresi rileks mengandung pesan bahwa Saya merasa nyaman bersamamu dan saya menerima anda. Sedangkan kesiap-siagaan perhatian yang ditunjukkan melalu ekspresi tubuh menunjukkan bahwa Saya merasa apa yang anda ceritakan adalah penting dan saya sungguh memahami anda. Perpaduan antara kedua pesan tubuh tersebut menghasilkan aktivitas mendengarkan yang efektif
Posisi tubuh konselor yang sedikit condong ke depan ke arah konseli, mengkomunikasikan pesan bahwa konselor memberikan perhatian yang lebih besar. Sebaliknya posisi tubuh yang condong ke belakang bersandar pada kursi dipandang kurang memberikan perhatian kepada konseli. Pandangan dengan muka lurus menghadap kearah konseli akan membantu konselor mengkomunikasikan bahwa konselor melibatkan diri secara penuh dalam pembicaraan konseli.
Hal pentinglain yang perlu diperhatikan adalah menjaga posisi tubuh tetap terbuka dengan tidak menyilangkan kaki dan atau menyilangkan tangan. Kaki yang disilangkan, atau tangan yang bersidekap (menyilang rapat kedua tangan) dapat menggambarkan ketertutupan atau sikap bertahan. Jarak antara konselor dengan konseli juga perlu diperhatikan. Jarak yang terlalu dekat atau terlalu jauh akan mengganggu komunikasi karena konseli merasa kurang nyaman. Meskipun demikian jarak yang paling nyaman antara konselor dan konseli sangat tergantung dari budaya masing-masing. Oleh karena Itu konselor seyogyanya mencermati dan peka terhadap ekspresi atau sinyal yang ditunjukkan oleh konseli terkait dengan jarak yang diambil oleh konselor dan konseli. Pada umumnya jarak 90 – 100 cm adalah jarak yang nyaman bagi kebanyakan masyarakat.
2. Gerak Tubuh Secara Tepat
Gerak tubuh yang tepat merupakan bagian utama dari aktivitas mendengarkan dengan baik. Seorang konselor yang sedang mendengarkan konselinya tetapi tanpa diikuti dengan gerakan tubuh akan tampak kaku, dingin, dan terasa adanya jarak yang jauh.Sebaliknya konselor yang menyertakan gerakan-gerakan aktif saat mendengarkan konseli (bukan gerakan gelisah atau gerakan grogi), akan dimaknai sebagai konselor yang bersahabat, dan hangat. Pada umumnya orang lebih suka berbicara dengan pendengar yang gerakan tubuhnya tidak kaku dan tidak terpaku. Meskipun demikian, hindari gerakan-gerakan tubuh dan mimik wajah yang merusak. Konselor yang baik menggerakkan tubuhnya dalam merespon klien yang sedang berbicara kepadanya.
Sebaliknya konselor yang tidak efektif, melakukan gerakan-gerakan untuk merespon, hal-hal yang tidak terkait dengan pembicaraan konseli, misalnya memainkan pensil dan gelisah, mengetuk-ngetukkan jari, mematah-matahkan (menggeretakkan) tulang jari-jemari secara terus menerus duduk beringsut, secara terus menerus memindah-mindahkan kaki menyilang, duduk dengan satu kaki diangkat dan ditumpangkan pada kaki lainnya sambil digerak-gerakkan.
Ketika seseorang sedang berbicara kepadanya, konselor juga tidak boleh melakukan hal-hal yang dapat merusak suasana seperti, menonton televisi, menggelengkan atau menganggukkan kepala kepada orang lain yang lewat, mengerjakan aktivitas lain seperti membaca koran dan menyiapkan makanan atau minuman
3. Kontak Mata
Kontak mata yang efektif mengekpresikan minat dan keinginan untuk mendengarkan orang lain. Kontak mata mencakup pemusatan pandangan mata secara lembut pada pembicaraan dan kadang-kadang menindahkan pandangan dari wajah konseli ke bagian tubuh lainnya misalnya tangan, dan kemudian kembali ke wajah lalu kontak mata terjadi lagi. Kontak mata tidak terjadi jika konselor memandang jauh membuang pandangan dari konseli, memandang wajah konseli dengan pandangan kosong, dan konselor menghindari tatapan mata konseli.
Kontak mata memungkinkan konseli menyadari penerimaan konselor terhadap diri konseli beserta pesan-pesan dan keluhan-keluhan yang disampaikan konseli. Kontak mata membantu konseli untuk menggambarkan betapa amannya dia bersama dengan konselor. Demikian pula konselor, melalui kontak mata konselor dapat menangkap makna yang lebih mendalam dari berbagai hal yang disampaikan konseli kepadanya. Kontak mata bisa diibaratkan sebagai jendela untuk melihat pengalaman dan dunia pribadi yang mendalam dari kjonseli.
Kemampuan utnuk memiliki kontak mata yang baik merupakan bagian penting dan pokok dari komunikasi antar individu. Kontak mata merupakan salah satu ketrampilan mendengarkan yang efektif. Kontak mata yang buruk mungkin menjadi pertanda dari sebuah ketidak-acuhan atau ketidak tertarikan.
4. Lingkungan Yang Nyaman
Attending menuntut pemberian perhatian kepada orang lain. Hal ini tidak mungkin terjadi dalam lingkungan yang bising, hiruk pikuk, dan kacau. Radio, televisi dan sejenisnya bisa menjadi penganggu, oleh karena itu perlu dimatikan demikian juga dering telepon.
Suwarjo (2009) Praktik Keterampilan Konseling (Bahan PLPG) Yogyakarta: Univeristas Negeri Yogyakarta (UNY)

Keterampilan Berempati


Empati merupakan salah satu kunci untuk dapat meningkatkan kualitas komunikasi antar individu. Empati berarti konselor dapat merasakan secara mendalam apa yang dirasakan oleh konseli tanpa kehilangan identitas dirinya. Keterampilan berempati dapat dipelajari. Konselor dapat memahami perasaan-perasaan konseli dengan melihat raut wajah dan bahasa isyarat tubuh, serta dengan mencermati bahasa verbalnya. Sejak kecil manusia telah mengenal emosi-emosi dasar seperti rasa senang/bahagia, sedih, marah, terkejut, jijik dan takut. Selain terdapat kesamaan antar budaya, cara-cara individu mengekspresikan perasaan-perasaan tersebut juga memiliki keunikan.
Empati merupakan kemampuan untuk memahami pribadi orang lain sebaik dia memahami dirinya sendiri. Tigkah laku empatik merupakan salah satu ketrampilan mendengarkan dengan penuh pemahaman (mendengarkan secara aktif). Seorang konselor hendaknya dapat menerima secara tepat makna dan perasan-perasaan konselinya. Konselor yang empatik mampu ”merayap di bawah kulit konseli dan melihat dunia melalui mata konseli, mampu mendengarkan konseli dengan tanpa prasangka dan tidak menilai (jelek) dan mampu mendengarkan cerita konseli dengan baik. Konselor yang empatik dapat merasakan kepedihan konseli tetapi dia tidak larut terhanyut karenannya. Dengan demikian konselor yang empatik mampu membaca tanda-tanda (isyarat, gesture, mimik) yang menggambarkan keadaan psikologis dan emosi yang sedang dialami orang lain. Orang yang empatik mampu merespon secara tepat kebutuhan-kebutuhan orang lain tanpa kehilangan kendali.
Sebagian individu terampil menhinterpretasikan ekspresi non verbal (ekspresi wajah, nada suara, bahasa tubuh) dan pikiran serta perasaan orang lain. Sementara orang lain tidak mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut sehingga tidak mampu menerapkan dirinya dalam diri  orang lain, tidak dapat memperkirakan apa yang sedang orang lain rasakan, dan tidak dapat memperkirakan apa yang orang lain senang lakukan. Hal demikian tentu sangat merugikan hubungan personal dengan orang lain. Individu dengan empati yang rendah, cenderung mengulangi pola-pola tingkah laku yang sama yang tidak menyenangkan orang lain, dan cenderung menyamaratakan perasaan dan keinginan orang lain.
Empati berbeda dengan simpati dan antipati. Apati berarti tidak peduli dan tidak melibatkan perasaan atau tidak menaruh minat dan perhatian terhadap seseorang atau beberapa orang. Seseorang yang apati terhadap sesuatu biasanya tidak mau melibatkan diri, dan biasanya memberikan pesan non verbal yang mengisyaratkan ketidakpedulian seperti ”Apa peduliku”, Ah, itu masalahmu, bukan urusanku dan lain sebagainya. Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini, kita memang perlu bersikap apti untuk orang-orang tertentu. Artinya tidak mungkin kita harus menaruh peduli kepada semua orang yang kita jumpai padahal kita tidak mengenalnya. Akan tetapi jika kita terlalu apatis kita juga akan kehilangan hakekat kemanusiaan kita. Jika apati terjadi pada hubungan-hubungan antar individu yang bermakna maka akan sangat merusak hubungan tersebut.
Simpati adalah suatu keterlibatan emosi yang berlebihan kepada orang lain. Simpati dapat mengurangi kekuatan dan kemandirian konselor (sebagai helper)  dimana konselor menjadi tidak mampu memberi bantuan ketika dia sangat dibutuhkan.dan Orang yang simpati kadang kala dikuasai oleh kesedihan orang lain. Ada tendensi yang kuat bahwa simpati mudah tenggelam dalam suasana sentimentil. Sentimentil merupakan pengalaman emosional yang berlebihan yang dialami seseorang. Simpati bisa dikatakan sebagai perasaan untuk (feeling for) orang lain. Hal ini sangat berbeda dengan empati yang lebih bersifat ”feeling with” (perasaan bersama) orang lain.
Empati memiliki tiga komponen penting yaitu 1) pemahaman yang sensitif dan akurat tentang perasaan-perasaan orang lain sambil tetap menjaga agar dirinya tidak terlena menjadi orang lain 2) memahami situasi yang memicu perasaan-perasaan tersebut 3) mengkomunikasikan dengan orang lain dengan cara-cara yang membuat orang lain merasa diterima dan dipahami. Pengkomunikasian sikap-sikap empatik dapat dilakukan melalui verbal tingkah laku non verbal. Perlu dicatat bahwa dalam mengekspresikan sika-sikap empatik, kita harus tetap memperhatikan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku.
Sumber:  Suwarjo (2009) Praktik Keterampilan Konseling (Bahan PLPG) Yogyakarta: Univeristas Negeri Yogyakarta (UNY)

Saturday, December 25, 2010

Lobow-Siapakah dirinya

Christmas Story (Last Christmas)



Ini Dia Kartu Natal Paling Kecil di Dunia

Udah tahu belum tentang kartu natal terkecil di dunia? Kartu ini dibuat oleh para ahli nanoteknologi dari universitas Glasgow, Skotlandia. Saking kecilnya sebanyak 8.276 kartunya bisa ditempelkan di atas kertas seukuran perangko, ukuran lebarnya 200 mikrometer dan tebal 290 mikrometer. Ukurannya kira-kira sepersepuluh tebal sehelai rambut manusia. Wow!
Professor David Cumming dan Dr Qin Chen membuat kartu ini dari bahan kristal gelas superkecil yang bagian atasnya memiliki ukiran gambar pohon natal. Pembuatan kartu ini memerlukan waktu 30 menit, yang membuat lama adalah proses mendesain gambar pohon natalnya.
Warna-warni pada kartu natal superkecil ini dibuat dengan proses yang disebut plasmon resonance, yang menggunakan film aluminium berpola produksi James Watt Nanofabrication Centre.
Hmm,, teknologi.........^o^.

Friday, December 24, 2010

enya-only time video

enya-only time mp.3

ENYA - Only Time.mp3

KETERAMPILAN MENGAJAR KELOMPOK KECIL DAN PERORANGAN


I.             PENDAHULUAN

A.   PENGAJARAN MIKRO DALAM PEMBENTUKAN KETERAMPILAN MENGAJAR

Pendapat yang menyatakan bahwa mengajar adalah proses menyampaikan atau penerusan pengetahuan sudah ditinggalkan oleh semakin banyak orang. Sebaliknya, mengajar adalah perbuatan yang kompleks, yaitu penggunaan secara integratif sejumlah keterampilan untuk menyampaikan pesan.

Kelemahan mengajar menujuk kepada adanya sistem eksplanasi dan prediksi yang mendasarinya.

Aliran pengajaran mikro (mikro-teaching) secara teknis bertolak dari asumsi bahwa keterampilan-keterampilan mengajar yang kompleks itu dapat dipreteli menjadi unsur-unsur keterampilan yang lebih kecil. Dengan melalui pengajaran mikro, pembentukan keterampilan dapat dilakukan secara sistematik mulai dari pemahaman, observasi peragaanya untuk kemudian diteruskan dengan latihan yang berjenjang yaitu latihan terbatas, latihan dengan bantuan teman sejawat dan latihan lapangan.

B.   PENGERTIAN DAN RASIONEL

Hubungan tatap muka antara guru dan kelompok atau dengan perorangan ini diwarnai oleh hakekat pengajaran kelompok kecil dan perorangan, yaitu :

  1. Terjadinya hubungan interpersonal yang sehat dan akrab dapat terjadi antara guru-siswa dan siswa-siswa,tetapi juga antar siswa dan siswa.
  2. Siswa belajar sesuai dengan kecepatan,cara,kemampuan dan minat
  3. Siswa mendapat bantuan guru sesuai dengan kebutuhannya
  4. Siswa dilibatkan dalam penentuan cara belajar yang akan ditempuh,materi dan alat yang digunakan dan tujuan yang ingin dicapai.
                         
Syarat – syarat diatas haruslah dipenuhi, hingga peran guru didalam pengajaran ini, lebih banyak sekali :

a.   Organisator kegiatan belajar mengajar
  1. Sumber informasi bagi siswa
  2. Pendorong bagi siswa untuk belaj
  3. Penyedia materi dan kesempatan belajar bagi siswa
  4. Orang yang mendiagnosa kesulitan siswa dan memberikan bantuan yang sesuai dengan kebutuhannya
  5. Peserta kegiatan yang mempunyai hak dan kewajiban yang sama seperti siswa lainnya, yang berarti guru ikut serta menyumbangkan pendapatnya untuk memecahkan suatu masalah atau mencari suatu kesempatan sebagaimana siswa lainnya melakukannya.


C.   PENGGUNAAN DALAM KELAS

1.    Variasi pengorganisasian

 Berikut ini disajikan berbagai variasi pengorganisasian untuk memberi kesempatan belajar dalam kelompok dan perorangan .



Model A.
Pelajaran diawali dengan pertemuan klasikal untuk memberi informasi dasar,penjelasan tentang tugas yang akan dikerjakan,serta hal – hal yang dianggap perlu. Dalam model ini setelah pertemuan kelas,siswa diberi kesempatan untuk memilih:

a.    Aktifitas dalam kelompok
b.    Aktifitas secara perorangan

Setelah waktu yang ditetapkan berakhir,pelajaran diakhiri dengan pertemuan kelas kembali sebagai arena berbagi pengalaman,laporan,atau pengukuhan hasil kegiatan/kerja.

 Model B.
Pertemuan diawali dengan pengarahan secara klasikal,yang memungkinkan mencakup informasi dasar,perlindungan tentang tugas yang akan dilakukan, cara kerja dan sebagainya.Setelah itu kelas langsung melakukan aktivitas dalam kelompok – kelompok kecil menyelenggarakan kontrak yang telah dibuatnya bersama guru,sampai waktu yang ditetapkan berakhir.Laporan kelompok diserakan kepada guru.

Model C
Perteman di awali dengan pengarahan / informasi secara klasikal.Setelah itu siswa langsung melakukan aktivitas secara perorangan dan kemudian bergabung dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengolah hasil yang dicapai.Pada akhir pertemuan,setiap kelompok menyerahkan hasilnya kepada kelompok.

            Model D
Setelah pertemuan dalam kelas besar yang merupakan awal kegiatan, siswa langsung melakukan aktivitas secara perorangan sampai batas waktu berahir. Siswa melakukan aktivitas sesuai dengan kelompok yang telah dibuatnya bersama guru.



II Hal-hal yang perlu diperhatikan, agar guru dapat menggunakan kelompokkecil dan format perorangan secara efektif :
1.    Bagi guru yng sudah biasa dengan pengajaran klasikal, sebaiknya dimulai dengan pengajaran kelompok kecil mengarah ke pengajaran perorangan.
2.    Tidak semua topik dapat dipelajari secara efektif dalam kelompok kecil maupun perorangan. Hal-hal yang bersifat umum seperti pengarahan, informasi umum, sebaiknya diberikan dalam bentuk kelas besar.
3.    Kegiatan pengajaran kelompok kecil, langkah pertama yang harus dikerjakan guru adalah mengorganisasikan siswa, sumber, materi, ruang, serta waktu yang diperlukan. Langkah ini merupakan landasan bagi langsungnya kegiatan.
4.    Kegiatan pengajaran kelompok kecil yang efektif dengan suatu kulminasi yang dapat berupa rangkuman, pemantapan, laporan, yang semuanyan memungkinkan siswa saling belajar.
5.    Dalam pengajaran perorangan guru sangat perlu mengenal siswa secara pribadi, sehingga kondisi belajar dapat diatur dengan tepat.
6.    Kegiatan dalam pengajaran perorangan dapat berupa aktivitas bebas dengan materi yang sudah disiapkan oleh guru (dalam bentuk paket) dapat belajar sendiri dengan jadwal yang disiapkan sendiri dan dapat pula dalam bentuk kelompok kecil.



II.            KOMPONEN – KOMPONEN KETERAMPILAN MENGAJAR KELOMPOK KECIL DAN PERORANGAN

Ada empat komponen keterampilan yang harus dimiliki oleh guru untuk pengajaran kelompok kecil dan perorangan :

a.                                    a. Keterampilan Mengadakan Pendekatan secara Pribadi
Salah satu prinsip pengajaran kelompok kecil dan perorangan adalah terjadinya hubungan yang akrab dan sehat antara guru – siswa, dan siswa – siswi. Suasana ini dapat diciptakan dngan cara :

1.         Menunjukan kehangatan dan kepekaan terhadap kebutuhan siswa, baik dalam kelompok kecil maupun perorangan
2.         Mendengarkan secara simpatik ide yang dikemukakan
3.         Memberikan respon positif terhadap pendapat siswa
4.         Hubungan saling mempercayai dapat ditunjukan secara verbal dan non verbal, atau kontak langsung dengan siswa, menepuk bahu, dan berbicara langsung
5.         Menunjukan kesiapan untuk membantu siswa tanpa kecendrungan untuk mendominasi atau mengambil ahli tugas
6.         Menerima perasaan siswa dengan penuh pengertian dan keterbukaan
7.         Berusaha mengendalikan situasi sehingga siswa merasa aman, penuh spemahaman, merasa dibantu, serta merasa menemukan alternatif pemecahan masalah yang dihadapinya.
Semua prilaku diatas dapat tercerminkan dalam bentuk verbal, tetapi dalam sebagian besar dalam ekspresi non verbal yang bersipat pribadi.

b. Keterampilan Mengorganisasikan

Selama kegatan kelompok kecil / perorangan berlangsung, guru berperan sebagai organisator, yang mengatur dan memonitor kegiatan awal sampai ahir. Dalam hal ini, memerlukan keterampilan berikut :

1.         Memberikan orientasi umum tentang tujuan, tugas, atau masalah yang akan dipecahkan, sebelum kelompok / perorangan mengajarkan berbagai kegiatan yang telah ditetapkan bersama
2.         Memvariasikan kegiatan, yang mencakup penetapan / penyediaan ruangan kerja
3.         Membentuk kelompok yang tepat, dalam jumlah, tingkat kemampuan
4.         Mengkoordinasikan kegiatan dengan melihat kemajuan serta penggunaan materi dan sumber
5.         Membagi – bagi perhatian pada berbagai tugas dari kebutuhan siswa
6.         Mengahiri kegiatan dengan suatu kulminasi yang dapat berupa laporan hasil yang dicapai siswa.


c. Keterampilan membimbing

Hal ini dapat dicapai bila guru memiliki keterampilan – keterampilan sbb :

1.         Memberikan penguatan yang sesuai dalam bentuk kualitas dan kuantitas
2.         Mengembangkan supervisiproses awal
3.         Mengadakan supervisi proses lanjut yang memusatkan perhaian pada penekanan dan pemberian bantuan secara selektif
4.         Mengadakan supervisi pemanduan, yang memusatkan perhatian pada penilaian pencapaian tujuan.




c. Keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar Mengajar

Dalam hal ini guru harus mampu membuat perencanaan  kegiatan belajar yang tepat bagi setiap siswa atau kelompok dan sekaligus mampu melaksanakannya. Keterampilan merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar ini mencakup keterampilan berikut :

1.   Membantu siswa menetapkan tujuan pelajaran yang mencakup kriteria yang mampu menstimulasi untuk mencapai tujuan tertentu
2.   Merencanakan kegiatan belajar bersama bagi siswa yang mencakup kriteria keberhasilan
3.   Berperan sebagi penasehat bagi siswa yang memerlukan
4.   Membantu siswa menilai pencapaian dan kemajuan belajarnya sendiri, kondisi ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki dirinya sendiri, dan sekaligus merupakan pencerminan kerjasama guru dalam situasi pendidikan yang manusiawi.

Dari empat komponen keterampilan diatas ternyata tercakup keterampilan dasar yang sebalumnya harus dikuasai guru yaitu : keterampilan bertanya, memberi peguatan, melakukan variasi dalam mengajar, menjelaskan, membimbing diskusi kelompokkecil. Dengan demikian keterampilan keterampilan mengajar kelompok kecil dan perorangan merupakan keterampilan kompleks, yang sebelumnya mempersyaratkan penguasaan terhadap keterampilan dasar tertentu.

PBL (Project-Based Learning)


Pembelajaran Berbasis Proyek dipandang tepat sebagai satu model untuk pendidikan teknologi kejuruan dalam merespon isu-isu peningkatan kualitas pendidikan teknologi kejuruan dan perubahan-perubahan besar yang terjadi di dunia kerja. Project-Based Learning merupakan model pembelajaran yang berfokus pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip utama (central) dari suatu disiplin, melibatkan siswa dalam kegiatan pemecahan masalah dan tugas-tugas bermakna lainya, memberi peluang siswa bekerja secara otonom mengkonstruk belajar mereka sendiri, dan puncaknya menghasilkan produk karya siswa bernilai, dan realistik (BIE,1999). Berbeda dengan model-model pembelajaran tradisional yang umumnya bercirikan praktik kelas yang berdurasi pendek, terisolasi/lepas-lepas, dan aktivitas pembelajaran berpusat pada guru; model Project-Based Learning menekankan kegiatan belajar yang relatif, holistik-interdisipliner, perpusat pada siswa, dan terintegrasi dengan praktik dan isu-isu dunia nyata.

Pembelajaran berbasis proyek (project-based learning) adalah sebuah model atau pendekatan pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks (CORD, 2001; Thomas, Mergendoller, & Michaelson, 1999; Moss) Fokus pembelajaran terletak pada konsep-konsep dan prinsip-prinsip inti dari suatu disiplin studi, melibatkan pebelajar dalam investigasi pemecahan masalah dan kegiatan tugas-tugas bermakna yang lain, memberi kesempatan pebelajar bekerja secara otonom mengkonstruk pengetahuan mereka sendiri, dan mencapai puncaknya menghasilkan produk nyata (Thomas, 2000). Project-based learning pada umumnya memerlukan beberapa tahapan dan beberapa durasi, tidak sekedar merupakan rangkaian pertemuan kelas, serta belajar kelompok kolaboratif. Proyek memfokuskan pada pengembangan produk atau unjuk kerja (performance), yang secara umum pebelajar melakukan kegiatan: mengorganisasi kegiatan belajar kelompok mereka, melakukan pengkajian atau penelitian, memecahkan masalah, dan mensintesis informasi. Proyek seringkali bersifat interdisipliner.

Menurut Alamaki (1999), proyek selain dilakukan secara kolaboratif juga harus bersifat inovatif, unik, dan berfokus pada pemecahan masalah yang berhubungan dengan kehidupan pebelajar atau kebutuhan masyarakat atau industri lokal. Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki potensi yang amat besar untuk membuat pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna untuk pebelajar usia dewasa, seperti siswa, apakah mereka sedang belajar di perguruan tinggi maupun pelatihan transisional untuk memasuki lapangan kerja (Gaer, 1998). Di dalam Pembelajaran Berbasis Proyek, pebelajar menjadi terdorong lebih aktif di dalam belajar mereka, instruktur berposisi di belakang dan pebelajar berinisiatif, instruktur memberi kemudahan dan mengevaluasi proyek baik kebermaknaannya maupun penerapannya untuk kehidupan mereka sehari-hari. Produk yang dibuat pebelajar selama proyek memberikan hasil yang secara otentik dapat diukur oleh guru atau instruktur di dalam pembelajarannya. Oleh karena itu, di dalam Pembelajaran Berbasis Proyek, guru atau instruktur tidak lebih aktif dan melatih secara langsung, akan tetapi instruktur menjadi pendamping, fasilitator, dan memahami pikiran pebelajar.

Oakey (1998) mempertegas konsep dan karakteristik project-based learning dengan membedakannya dengan problem based learning yang seringkali saling dipertukarkan dalam penggunaan istilah ini. Istilah project-based learning dan problem-based learning masing-masing digunakan untuk menyatakan strategi pembelajaran. Kemiripan konsep kedua pendekatan pembelajaran itu, dan penggunaan singkatan yang sama, PBL, menghasilkan kerancuan di dalam literatur dan penelitian (lihat juga Thomas, 2000), meskipun sebenarnya di antara keduanya berbeda. Project-based learning dan problem-based learning memiliki beberapa kesamaan karakteristik. Keduanya adalah strategi pembelajaran yang dimaksudkan untuk melibatkan pebelajar di dalam tugas-tugas otentik dan dunia nyata agar dapat memperluas belajar mereka. Pebelajar diberi tugas proyek atau problem yang open-ended dengan lebih dari satu pendekatan atau jawaban, yang mensimulasikan situasi profesional. Kedua pendekatan ini juga didefinisikan sebagai student-centered, dan menempatkan peranan guru sebagai fasilitator. Pebelajar dilibatkan dalam project atau problem-based learning yang secara umum bekerja di dalam kelompok secara kolaboratif, dan didorong mencari berbagai sumber informasi yang berhubungan dengan proyek atau problem yang dikerjakan. Pendekatan ini menekankan pengukuran hasil belajar otentik dan dengan basis unjuk kerja (performance-based assessment). Meskipun banyak kemiripan, project dan problem-based learning bukan pendekatan yang identik. Project-based learning secara khusus dimulai dengan produk akhir atau “artifact”di dalam pikiran, produksi tentang sesuatu yang memerlukan keterampilan atau pengetahuan isi tertentu yang secara khusus mengajukan satu atau lebih problem yang harus dipecahkan oleh pebelajar.

Hal-Hal Pokok dalam Mengajar

BEBERAPA HAL POKOK DALAM MENGAJAR

LATAR BELEKANG
Proses belajar mengajar merupakan suatu interaksi antara seorang guru dan anak didik, yang mana proses ini merupakan dua hal yang sangat berbeda tetapi membentuk satu kesatuan. Mengapa demikian, karena bila dalam proses belajar mengajar tidak ada dua hal tersebut, maka selamanya tidak akan terjadi proses belajar mengajar,jadi keduanya harus berjalan sesuai dengan maknanya. Belajar merupakan kegiatan siswa, sedangkan mengajar adalah kegiatan seorang guru. Agar pelaksanaan proses belajar mengajar berjalan dengan baik, maka pelaksanaan pengajaran harus tersusun secara sistematis.

A. Interaksi Belajar-Mengajar
Dalam interaksi belajar_mngajar terjadi proses saling mempengaruhi. Perilaku guru akan berbeda , apabila menghadapi kelas yang aktif denan kelas yamg pasif. Interaksi ini bukan hanya terjadi antara siswa dan guru, tetapi antara siswa dengan manusia sumber (orang yang memberi informasai), antara siswa dengan siswa yang lain. Kegiatan ini menekankan pada kehadiran siswa, tanpa siswa di kelas guru tidak bisa mengajar. Lain halnya dengan belajar, siswa dapat melakukan meski tanpa kehadiran guru. Dalam proses belajar-mengajar yang mengaktifkan siswa untuk mengikuti pelajaran guru hendaknya memberikan persoalan-persoalan yang menumbuhkan pencarian, pengamatan, percobaan, analisis, sintesis, perbandingan, penilaian, dan penyimpulan oleh siswa sendiri. Dalam strategi demikian siswa berperan lebih aktif. Dengan demikian guru tidak hanya memanipulasi kelas, bahkan memberikan penghidupan yang demokratis dalam kelas.

B. Proses Belajar-Mengajar Ditinjau dari Sudut Siswa
Proses belajar mengajar kalau dilihat dari sudut pandang siswa maka hal ini akan membahas seputar kegiatan siswa yaitu belajar.
1. Macam-macam Keterampilan Intelektual (Gagne 1970)
Menurut Gagne (1970), ada delapan tipe keterampilan intelektual belajar, delapan tipe ini menunjukan keterampilan yang paling rendah sampai yang tinggi. Berikut ini akan dituliskan delapan tipe tersebut :
a. belajar tanda-tanda, merupakan kegiatan belajar yang paling sederhana sebab hanya melibatkan penguasaan akan tanda-tanda. Contoh : anak kecil melihat mobil, dia mulai mengenal mobil dengan tanda ada ban, bunyi dan lain-lain.
b. Belajar stimulus respon, merupakan kegiatan belajar yang berbentuk menjalin hubungan antara suatu rangsangan dengan respon. Contoh : mengikuti perintah
c. Rangkaian kegiatan, merupakan kegiatan belajar yang berisi rangkaian kegiatan, misalnya menjalankan mesin jahit disitu ada kegiatan yang pertama memasukan benang sampai seterusnya.
d. Belajar hubungan verbal, ,erupakan kegiatan belajar yang dimulai dengan mengenal hubungan antara sebuah nama dan bendanya
e. Belajar membedakan sebenarnya berisi pengenalan cirri-ciri atau sifat-sifat, setelah anak mengetahui cirri-cirinya, anak akan belajar mengkategorikan.
f. Belajar konsep, belajar ini bersifat abstrak, mengambil kesimpulan berdasarkan situasi, peristiwa dan lain-lain.
g. Belajar aturan atau hukum, belajar ini akan dimulai yang paling sederhana yaitu mematuhi peraturan yang ada di rumah, selanjutnya di sekolah dan dikehidupan bersosial.
h. Belajar pemecahan masalah, bejar ini adalah yang paling sulit, karena harus melewati lima langkah 1. mengidentifikasi masalah, 2. merumuskan masalah, 3. menyusun pertanyaan, 4. mengumpulkan data, 5. merumuskan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan serta mengambil kesimpulan
2. Belajar menerima, menghafal,diskaveri dan bermakna (Ausble dan Robinson 1969)
Menurut Ausble dan Robinson, tentang bentuk-bentuk belajar ada empat, yaitu:
a. Belajar menerima vs belajar diskaveri
model kegiatan belajar ini sangat berlainan, belajar menerima adalah belajar dengan peranan siswa lebih pasif mereka lebih banyak ,menerima apa yang disampaikan oleh gurunya, contohnya mendengarkan ceramah. beda dengan belajar diskoveri yang mana dalam belajar diskoveri ini siswa lebih bersifat aktif, ada sejumlah proses mental yang dilakukan siswa, banyak menuntut aktivitas berfikir dan bahkan sampai aktivitas fisik, contohnya Tanya jawab diskusi dan lain-lain.
b. Belajar menghapal vs belajar bermakna
model kegiatan belajar ini juga saling berlainan, dalam belajar menghapal ada suatu penekanan penguasaan pengetahuan tanpa memberi suatu arti atau pemahaman, sedangkan belajar bermakna menekankan pemahaman yang terjadi karena ada hubungan antara suatu fakta dengan fakta lainnya contoh sepeda motor dengan bahan baker, atau juga dapat terjadi ada hubungan antara pengetahuan dengan manfaatnya contoh manfaat sepeda motor. Kalau kita telaah lagi ini ada hubungannya dengan belajar menerima dan belajar diskaveri, buktinya belajar menerima akan cenderung mengarah kebelajar menghafal sedangkan belajar diskaveri akan cenderung mengarah pada belajar bermakna.


3. Belajar di sekolah dan di luar sekolah
Belajar sesuai dengan uraian di atas dapat lakukan di dalam kelas atau di luar kelas, kebaikan dari belajar di sekolah adalah anak didik langsung mendapat pengawasan dari seorang guru, apabila saat belajar anak didik menghadapi kesulitan maka bantuan dari seorang guru akan memecahkan masakah tersebut, sedangkan belajar diluar sekolah adalah inisiatif dari anak didik,tanoa bimbingan dari guru. Untuk diperhatikan bagi siswa SD kalau belajar diluar sekolah harus ada perencanaan belajar dari seorang guru, banyak tugas yang diberikan kepada siswa seperti mengerjakan soal, mengerjakan PR dan lain sebagainya.
4. Belajar Secara Klasikal, kelompok dan Individul
Belajar, dilihat dari jumlah anak didik dibedakan menjadi tiga yaitu klasikal, kelompok dan individual. Apabila jumlah anak didik sangat besar atau kurang lebih 40 siswa, maka pembelajaran yang pas adalah klasikal dengan syarat keadaan kelas atau ruang harus tenang, pembelajaran ini akan cenderung pembelajaran yang pasif. Kegiatan belajar yang lebih efektif adalah belajar kelompok dan individu.
5. Belajar Teori dan Praktek
Dalam pelajaran tingkat sekolah dasar, pelajarannya dapat berupa teori dan praktek, mungkin belajar teori sangat mudah pelaksanaannya karena tidak membutuhkan alat dan bahan tapi untuk belajar praktek pelaksanaanny menuntut adanya alat dan bahan sebagai media pembelajarannya, dalam belajar teori anak didik akan cenderung pasif sedangkan belajar praktek anak didik akan cenderung aktif karena banyak hal yang dapat dilakukan oleh siswa.

C. Proses Belajar-Mengajar Ditinjau dari Sudut Guru
Proses belajar mengajar kalau dilihat dari sudut guru maka akan terwujud kegiatan mengajar, yang mana kegiatan ini adalah kegiatan proses penyampaian pengetahuan kepada siswa, ini dilihat dari arti yang khusus, tapi kalu dilihat dari arti yang umum atau yang lebih luas adala dimana kegiatan itu akan mencakup semua kegiatan yang menciptakan situasi agar siswa dapat belajar. Dalam mengajar seorang guru tidak asal-asalan mengajar tapi harus punya metode, pendekatan yang cocok sesuai waktu, kondisi dan materi yang akan disampaikan.
1. Mengajar Secara Ekspositori
Cara ekspositori iniakan membuat siswa lebih pasif karena sebagian banyak yang aktif adalah guru, sebelum mengajar guru telah mengelola dan mempersiapkan bahan jar secara tuntas, metode yang cering digunakan untuk pengajaran ekspositori adalah metode ceramah dan demonstrasi, untuk lebih jelasnya akan ditulis dibawah ini :


A. Metode Ceramah
Yang perlu dipersiapkan dalam metode ceramah adalah bahan ajar, dan sistimatika pengajaran, selanjutnya guru menyampaikan materi sesuai dengan bahan ajarnya dan sistematikanya
B. Metode Demonstrasi
Metode ini adalah pelengkap dari metode ceramah, dalam penyampaian materi mungkin ada penjelasan yang memerlukan alat peraga, maka metode yang cocok adalah metode demonstrasi.
2. Mengajar dengan Mengaktifkan siswa
Inilah cara pengajaran yang sangat bagus untuk pemahaman siswa, karena peran guru lebih sedikit dari pada peran siswa, siswa akan lebih bersemangat belajar. Banyak metode yang dapat guru lakukan untuk mendapatkan pembelajaran yang aktif diantaranya :
a. Metode Tanya Jawab
Ini adalah metode yang paling sederhana untuk mengaktifkan siswa, guru tinggal mengajukan pertanyaan atas materi yang telah disampaikan dan siswa akan menjawab sesuai dengan pertanyaan, atau sebaliknya kalau ada siswa yang belum paham atas materi yang telah diajarkan, siswa akan bertanya kepada guru inilah mulainya pembelajaran yang aktif.
b. Metode Diskusi
Metode ini hamper mirip dengan metode Tanya jawab, perbedaanya terletak pada pokok bahasan, diskusi akan membahas satu masalah yang harus dicari jalan keluar dari masalah tersebut. dalam metode ini siswa kebanyakan dibagi atas kelompok-kelompok yang akan menghasilakan kesimpulan.
c. Metode Mengajar Kelompok
dalam metode ini lebih ditekankan pada aktivitas pengelompokan siswa, kelompok siswa ada yang besar, sedang dan yang kecil tergantung dengan jumlah siswa dalam kelompok tersebut, jumlah untuk kelompok adalah 11-20 siswa, untuk kelompok sedang adalah 6-10 siswa dan untuk jumlah kelompok kecil adalah 2-5 siswa.
d. Metode Latihan
Metode ini sangatlah bervariasi, metode ini kegiatannya sangat luas, ada kegiatan pemecahan masalah, olahraga, kesenian dan lain-lain. Inti dari metode ini adalah melakukan kegiatan dengan cara mengulang-ulang bahan yang telah diajarkan sampai anak didik menguasai bahan tersebut.


e. Metode Pemecahan Masalah
metode ini adalah metode yang paling rumit, tujuannya adalah untuk memecahakan masakah yang sangat komplek,metode ini dilaksanaka oleh anak didik bisa individu atau kelompok.
f. Metode Pemberian Tugas
telah disinggung didepan bahwa belajar tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi dapat dilakukan diluar kelas, umumnya kalau diluar kelas tanpa bimbingan guru, untuk itu guru sebaiknya memberikan tugas pada anak didik, supaya pembelajarannya dapat terarah.

KESIMPULAN
Dalam kegiatan Belajar-Mengajar maka secara otomatis akan terjadi apa yang disebut ‘interaksi’. Hal tersebut sudah diakui oleh berbagai kalangan. Untuk menunjukkan adanya interaksi, hendaknya guru tidak memberikan materi yang sudah jadi atau sudah matang kepada siswa, hal tersebut akan menimbulkan kecenderungan siswa untuk pasif. Untuk mengaktifka siswa ada beberapa macam metode, antara lain; metode Tanya-jawab, diskusi, latihan, pemecahan masalah, dan pemberian tugas.