^_^

beauty is not about looks, make-up or clothes. true beauty comes from being yourself, the more you show who you really are the prettier you will be

Tuesday, December 28, 2010

Keterampilan Berempati


Empati merupakan salah satu kunci untuk dapat meningkatkan kualitas komunikasi antar individu. Empati berarti konselor dapat merasakan secara mendalam apa yang dirasakan oleh konseli tanpa kehilangan identitas dirinya. Keterampilan berempati dapat dipelajari. Konselor dapat memahami perasaan-perasaan konseli dengan melihat raut wajah dan bahasa isyarat tubuh, serta dengan mencermati bahasa verbalnya. Sejak kecil manusia telah mengenal emosi-emosi dasar seperti rasa senang/bahagia, sedih, marah, terkejut, jijik dan takut. Selain terdapat kesamaan antar budaya, cara-cara individu mengekspresikan perasaan-perasaan tersebut juga memiliki keunikan.
Empati merupakan kemampuan untuk memahami pribadi orang lain sebaik dia memahami dirinya sendiri. Tigkah laku empatik merupakan salah satu ketrampilan mendengarkan dengan penuh pemahaman (mendengarkan secara aktif). Seorang konselor hendaknya dapat menerima secara tepat makna dan perasan-perasaan konselinya. Konselor yang empatik mampu ”merayap di bawah kulit konseli dan melihat dunia melalui mata konseli, mampu mendengarkan konseli dengan tanpa prasangka dan tidak menilai (jelek) dan mampu mendengarkan cerita konseli dengan baik. Konselor yang empatik dapat merasakan kepedihan konseli tetapi dia tidak larut terhanyut karenannya. Dengan demikian konselor yang empatik mampu membaca tanda-tanda (isyarat, gesture, mimik) yang menggambarkan keadaan psikologis dan emosi yang sedang dialami orang lain. Orang yang empatik mampu merespon secara tepat kebutuhan-kebutuhan orang lain tanpa kehilangan kendali.
Sebagian individu terampil menhinterpretasikan ekspresi non verbal (ekspresi wajah, nada suara, bahasa tubuh) dan pikiran serta perasaan orang lain. Sementara orang lain tidak mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut sehingga tidak mampu menerapkan dirinya dalam diri  orang lain, tidak dapat memperkirakan apa yang sedang orang lain rasakan, dan tidak dapat memperkirakan apa yang orang lain senang lakukan. Hal demikian tentu sangat merugikan hubungan personal dengan orang lain. Individu dengan empati yang rendah, cenderung mengulangi pola-pola tingkah laku yang sama yang tidak menyenangkan orang lain, dan cenderung menyamaratakan perasaan dan keinginan orang lain.
Empati berbeda dengan simpati dan antipati. Apati berarti tidak peduli dan tidak melibatkan perasaan atau tidak menaruh minat dan perhatian terhadap seseorang atau beberapa orang. Seseorang yang apati terhadap sesuatu biasanya tidak mau melibatkan diri, dan biasanya memberikan pesan non verbal yang mengisyaratkan ketidakpedulian seperti ”Apa peduliku”, Ah, itu masalahmu, bukan urusanku dan lain sebagainya. Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini, kita memang perlu bersikap apti untuk orang-orang tertentu. Artinya tidak mungkin kita harus menaruh peduli kepada semua orang yang kita jumpai padahal kita tidak mengenalnya. Akan tetapi jika kita terlalu apatis kita juga akan kehilangan hakekat kemanusiaan kita. Jika apati terjadi pada hubungan-hubungan antar individu yang bermakna maka akan sangat merusak hubungan tersebut.
Simpati adalah suatu keterlibatan emosi yang berlebihan kepada orang lain. Simpati dapat mengurangi kekuatan dan kemandirian konselor (sebagai helper)  dimana konselor menjadi tidak mampu memberi bantuan ketika dia sangat dibutuhkan.dan Orang yang simpati kadang kala dikuasai oleh kesedihan orang lain. Ada tendensi yang kuat bahwa simpati mudah tenggelam dalam suasana sentimentil. Sentimentil merupakan pengalaman emosional yang berlebihan yang dialami seseorang. Simpati bisa dikatakan sebagai perasaan untuk (feeling for) orang lain. Hal ini sangat berbeda dengan empati yang lebih bersifat ”feeling with” (perasaan bersama) orang lain.
Empati memiliki tiga komponen penting yaitu 1) pemahaman yang sensitif dan akurat tentang perasaan-perasaan orang lain sambil tetap menjaga agar dirinya tidak terlena menjadi orang lain 2) memahami situasi yang memicu perasaan-perasaan tersebut 3) mengkomunikasikan dengan orang lain dengan cara-cara yang membuat orang lain merasa diterima dan dipahami. Pengkomunikasian sikap-sikap empatik dapat dilakukan melalui verbal tingkah laku non verbal. Perlu dicatat bahwa dalam mengekspresikan sika-sikap empatik, kita harus tetap memperhatikan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku.
Sumber:  Suwarjo (2009) Praktik Keterampilan Konseling (Bahan PLPG) Yogyakarta: Univeristas Negeri Yogyakarta (UNY)

No comments: