^_^

beauty is not about looks, make-up or clothes. true beauty comes from being yourself, the more you show who you really are the prettier you will be

Tuesday, December 28, 2010

Ketrampilan Attending


Tingkah laku attending sangat berkaitan dengan rasa hormat konselor terhadap konseli yang harus ditampakkan ketika perhatian secara penuh diberikan kepada konseli. Tingkah laku attending sangat penting dalam semua komunikasi positif antar individu. Ketrampilan ini dapat dipelajari dan harus ditempakkan olehh konselor dalam proses pelayanan-pelayanan yang diberikan. Melalui berbagai contoh dan praktik yang cukup, setahap demi setahap ketrampilan ini dapat dikuasai oleh konselor.
Attending adalah pemberian perhatian fisik kepada orang lain. Attending juga berarti mendengarkan dengan menggunakan seluruh tubuh kita. Attending merupakan komunikasi nonverbal yang menunjukkan bahwa konselor memberikan perhatian secara utuh terhadap lawan bicara yang sedang berbicara. Ketrampilan attending meliputi; keterlibatan tubuh, gerakan tubuh secara tepat, kontak mata, dan lingkungan yang nyaman.
1. Keterlibatan Postur Tubuh
Bahasa tubuh sering kali berbicara lebih keras dari pada bahasa verbal. Suatu komunikasi menjadi lebih kuat jika konselor menampilkan sikap tubuh yang rileks tetapi penuh perhatian dan siap siaga mendengarkan pembicaraan konseli, agak condong kedepan menghadap konseli denan tetap menjaga situasi dan posisi diri yang terbuka dalam jarak yang tepat dari konseli. Seorang pendengar yang baik mengkomunikasikan perhatiannya melalui ekspresi tubuh yang rileks selama pembicaraan berlangsung.
Ekspresi rileks mengandung pesan bahwa Saya merasa nyaman bersamamu dan saya menerima anda. Sedangkan kesiap-siagaan perhatian yang ditunjukkan melalu ekspresi tubuh menunjukkan bahwa Saya merasa apa yang anda ceritakan adalah penting dan saya sungguh memahami anda. Perpaduan antara kedua pesan tubuh tersebut menghasilkan aktivitas mendengarkan yang efektif
Posisi tubuh konselor yang sedikit condong ke depan ke arah konseli, mengkomunikasikan pesan bahwa konselor memberikan perhatian yang lebih besar. Sebaliknya posisi tubuh yang condong ke belakang bersandar pada kursi dipandang kurang memberikan perhatian kepada konseli. Pandangan dengan muka lurus menghadap kearah konseli akan membantu konselor mengkomunikasikan bahwa konselor melibatkan diri secara penuh dalam pembicaraan konseli.
Hal pentinglain yang perlu diperhatikan adalah menjaga posisi tubuh tetap terbuka dengan tidak menyilangkan kaki dan atau menyilangkan tangan. Kaki yang disilangkan, atau tangan yang bersidekap (menyilang rapat kedua tangan) dapat menggambarkan ketertutupan atau sikap bertahan. Jarak antara konselor dengan konseli juga perlu diperhatikan. Jarak yang terlalu dekat atau terlalu jauh akan mengganggu komunikasi karena konseli merasa kurang nyaman. Meskipun demikian jarak yang paling nyaman antara konselor dan konseli sangat tergantung dari budaya masing-masing. Oleh karena Itu konselor seyogyanya mencermati dan peka terhadap ekspresi atau sinyal yang ditunjukkan oleh konseli terkait dengan jarak yang diambil oleh konselor dan konseli. Pada umumnya jarak 90 – 100 cm adalah jarak yang nyaman bagi kebanyakan masyarakat.
2. Gerak Tubuh Secara Tepat
Gerak tubuh yang tepat merupakan bagian utama dari aktivitas mendengarkan dengan baik. Seorang konselor yang sedang mendengarkan konselinya tetapi tanpa diikuti dengan gerakan tubuh akan tampak kaku, dingin, dan terasa adanya jarak yang jauh.Sebaliknya konselor yang menyertakan gerakan-gerakan aktif saat mendengarkan konseli (bukan gerakan gelisah atau gerakan grogi), akan dimaknai sebagai konselor yang bersahabat, dan hangat. Pada umumnya orang lebih suka berbicara dengan pendengar yang gerakan tubuhnya tidak kaku dan tidak terpaku. Meskipun demikian, hindari gerakan-gerakan tubuh dan mimik wajah yang merusak. Konselor yang baik menggerakkan tubuhnya dalam merespon klien yang sedang berbicara kepadanya.
Sebaliknya konselor yang tidak efektif, melakukan gerakan-gerakan untuk merespon, hal-hal yang tidak terkait dengan pembicaraan konseli, misalnya memainkan pensil dan gelisah, mengetuk-ngetukkan jari, mematah-matahkan (menggeretakkan) tulang jari-jemari secara terus menerus duduk beringsut, secara terus menerus memindah-mindahkan kaki menyilang, duduk dengan satu kaki diangkat dan ditumpangkan pada kaki lainnya sambil digerak-gerakkan.
Ketika seseorang sedang berbicara kepadanya, konselor juga tidak boleh melakukan hal-hal yang dapat merusak suasana seperti, menonton televisi, menggelengkan atau menganggukkan kepala kepada orang lain yang lewat, mengerjakan aktivitas lain seperti membaca koran dan menyiapkan makanan atau minuman
3. Kontak Mata
Kontak mata yang efektif mengekpresikan minat dan keinginan untuk mendengarkan orang lain. Kontak mata mencakup pemusatan pandangan mata secara lembut pada pembicaraan dan kadang-kadang menindahkan pandangan dari wajah konseli ke bagian tubuh lainnya misalnya tangan, dan kemudian kembali ke wajah lalu kontak mata terjadi lagi. Kontak mata tidak terjadi jika konselor memandang jauh membuang pandangan dari konseli, memandang wajah konseli dengan pandangan kosong, dan konselor menghindari tatapan mata konseli.
Kontak mata memungkinkan konseli menyadari penerimaan konselor terhadap diri konseli beserta pesan-pesan dan keluhan-keluhan yang disampaikan konseli. Kontak mata membantu konseli untuk menggambarkan betapa amannya dia bersama dengan konselor. Demikian pula konselor, melalui kontak mata konselor dapat menangkap makna yang lebih mendalam dari berbagai hal yang disampaikan konseli kepadanya. Kontak mata bisa diibaratkan sebagai jendela untuk melihat pengalaman dan dunia pribadi yang mendalam dari kjonseli.
Kemampuan utnuk memiliki kontak mata yang baik merupakan bagian penting dan pokok dari komunikasi antar individu. Kontak mata merupakan salah satu ketrampilan mendengarkan yang efektif. Kontak mata yang buruk mungkin menjadi pertanda dari sebuah ketidak-acuhan atau ketidak tertarikan.
4. Lingkungan Yang Nyaman
Attending menuntut pemberian perhatian kepada orang lain. Hal ini tidak mungkin terjadi dalam lingkungan yang bising, hiruk pikuk, dan kacau. Radio, televisi dan sejenisnya bisa menjadi penganggu, oleh karena itu perlu dimatikan demikian juga dering telepon.
Suwarjo (2009) Praktik Keterampilan Konseling (Bahan PLPG) Yogyakarta: Univeristas Negeri Yogyakarta (UNY)

No comments: